KATAFAJAR- Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 tahun 2009 tentang kearsipan, keberadaan unit kearsipan selaku pencipta arsip yang mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan kearsipan. Unit Kearsipan ini sebagaimana tertuang dalam pasal 17 ayat 1 memiliki fungsi pengelolaan arsip inaktif dari unit pengolah di lingkungannya, pengolahan arsip dan penyajian arsip menjadi informasi, pemusnahan arsip di lingkungan lembaganya, penyerahan arsip statis oleh pimpinan pencipta arsip kepada lembaga kearsipan, serta pembinaan dan pengevaluasian dalam rangka penyelenggaraan kearsipan di lingkungannya.
Setiap Unit Kearsipan tentu memiliki program prioritas sebagai pondasi pelaksanaan segala rencana Kementerian dan salah satunya merupakan sistem pengelolaan kearsipan yang efektif dan efisien, sehingga pelayanan keumatan dapat terlaksana dengan tertakar dan terukur. Untuk mewujudkan hal tersebut tentulah dibutuhkan Norma Standar Prosedur dan Kriteria Kearsipan (NSPK). Sejauh ini di unit kerja penulis baru memiliki 3 pilar kearsipan utama yang diatur dalam peraturan perundangan di antaranya adalah: pertama, Kode Klasifikasi Kearsipan; kedua, Jadwal Retensi Arsip Fasilitatif dan Substantif; dan ketiga, Pedoman Tata Naskah Dinas. Dari sini dapat kita ketahui bahwa penyusunan satu pilar kearsipan lagi sedang dilakukan yakni Sistem Keamanan dan Akses Arsip Dinamis (SKKAD).
Inovasi Tuntutan Zaman
Kemajuan teknologi dan informasi tentu menjadi tekanan pada instansi pemerintahan untuk terus berinovasi kemajuan. Kebiasaan dan budaya masyarakat yang kini serba instan tentu menuntut juga pelayanan yang mudah tanpa kendala hingga harga yang murah. Namun sering kali inovasi tidak menjadi solusi namun justru masalah baru karena tidak komprehensif menyelesaikan permasalahan dari hulu ke hilir, sebagai contoh penciptaan aplikasi yang justru menjadi sampah pada unit kerja karena hanya memiliki fungsi dan power pada lingkup kecil. Selain itu, dinamisasi organisasi dan tata kerja juga menjadi tantangan tersendiri, perjanjian kinerja yang ada sering kali tidak membahas segmen khusus yang menyentuh bidang kearsipan namun lebih banyak pada bidang yang berfokus pada serapan anggaran lembaga.
Sebagai arsiparis tentu tantangan yang ada menjadi sebuah lecutan, peningkatan kompetensi menjadi sebuah keharusan, dan multi tasking adalah tuntutan keadaan, sebagai contoh adalah arsiparis yang justru sangat sulit menyentuh pekerjaan jabatannya karena mendapat tugas dan fungsi yang justru menyita hampir seluruh waktu pekerjaannya. Jabatan, tugas, dan fungsi yang melekat padanya harus tergeser oleh tugas tambahan yang mengakuisisi fungsi utama. Dilema ini menjadi sebuah fatamorgana yang fana, yakni bagaimana personal mampu mempertimbangkan antara sikap perfeksionis dalam menjalankan tugas dan fungsi kearsipan atau loyal pada tugas dan perintah pimpinan.
Dari berbagai tantangan dan kendala yang dirasakan, unit kerja penulis banyak upaya yang telah dilakukan pada umumnya. Satu pilar kearsipan yang belum dimiliki yaitu Sistem Keamanan dan Akses Arsip Dinamis (SKKAD), telah mulai dirumuskan dengan melibatkan seluruh stakeholder terkait khususnya pada unit kearsipan yang membidanginya. Namun kini juga ada tuntutan baru terhadap perubahan Norma Standar Prosedur dan Kriteria Kearsipan (NSPK) yang ada berupa pembaharuan dan update terhadap NSPK yang dinilai sudah usang dan tidak mengakomodir zaman kekinian. Pekerjaan rumah inipun kian bertambah dengan tuntutan tersebut, karena perubahan organisasi dan tata kerja yang dinamis, juga menuntut pembaharuan pengelolaan kearsipan.
Berbagai inovasi juga telah menuju titik terang dalam pengentasannya, berhasilnya peleburan dan rekonstruksi fungsi berbagai fitur layanan online dalam satu aplikasi yang mendekatkan dan mempermudah pelayanan kepada masyarakat. Hal ini tentu mendukung program pemerintah berupa Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik atau biasa disebut SPBE. Dalam bidang kearsipan sendiri, yang dulunya masih menggunakan aplikasi ciptaan internal kini juga telah beranjak dan ikut menginduk pada Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) berupa penggunaan Aplikasi Srikandi dalam pengelolaan arsip di seluruh kementerian dan lembaga pemerintah yang saling terintegrasi sesuai amanat undang-undang.
Pelaksanaan Yang Minimalis
Dalam implementasi NSPK tentulah telah dilakukan berbagai upaya dengan sosialisasi ke seluruh unit pengolah yang ada, terkait mengenai pentingnya arsip, pelaksanaan workshop dan lokakarya dalam pengelolaan arsip kepada pegawai yang bertanggung jawab dalam pengelola arsip di unit pengolah. Dilakukan juga pendampingan dan monitoring internal untuk menjaga agar arsip yang tercipta telah sesuai peraturan dan terkelola dengan baik dan sistematis. Mulai dari penciptaan arsip yang menyesuaikan dengan tata naskah dinas, kode klasifikasi arsip, hingga alur pengelolaannya sampai arsip tersebut dapat masuk dalam kategori musnah dan proses pemusnahannya. Implementasi ini pastilah harus melibatkan kerja sama dan kontribusi berbagai pihak di unit kearsipan, untuk mendapatkan sinergi dan nafas yang seirama guna peningkatan kualitas pengelolaan arsip di unit kerja.
Pertanyaan yang selalu muncul dalam benak tentulah apakah seluruhnya sudah sesuai dengan peraturan yang ada. Jawabannya adalah belum. Karena berbagai usaha implementasi yang dilaksanakan sering terhambat oleh berbagai macam rintangan. Di antaranya adalah:
Pertama, kompetensi sumber daya yang ada tidak sama, baik manusia serta sarana dan prasarananya. Dalam hal ini tidak dapat dipungkiri, dengan luasnya cakupan bidang yang ada pada unit kerja serta sumber daya manusia arsiparis yang memang berlatar belakang berbeda, ada yang pengangkatan pertama, inpassing, hingga penyetaraan tentu juga membawa dampak pelaksanaan pengelolaan kearsipan yang unik karena belum semua menyentuh pendidikan kearsipan. Apalagi jika berbicara terkait sarana dan prasarana, kita tentu lebih sering dituntut kreatif untuk mengelola hak yang begitu penting dengan semua yang ada dalam keadaan terbatas.
Kedua, pemahaman dan perhatian pimpinan yang juga beraneka ragam terhadap kearsipan. Hal ini sering dikarenakan pandangan pragmatis akan arsip, padahal arsip memiliki makna luas dalam menjaga kelangsungan roda organisasi. Bahkan sering harapan yang tinggi tidak sebanding dengan sentuhan dan perhatian yang ada sangat minim.
Ketiga, tugas dan fungsi tambahan justru membelenggu tugas utama sebagai arsiparis. Ini yang penulis rasakan atau mungkin banyak arsiparis lain rasakan. Butuh usaha, tenaga, atau effort lebih untuk mengerjakan secuil pekerjaan arsiparis, karena waktu yang ada telah tersita mengerjakan pekerjaan tambahan yang lebih padat kuantitasnya.
Harapan Perubahan
Ibarat masakan, dilema demi dilema yang dilalui ini sebenarnya merupakan bumbu yang dirasa dan dijalani agar menghasilkan makanan yang enak dan bergizi, begitu juga tersirat berbagai harapan dalam benak arsiparis untuk direngkuh di masa yang akan datang. Bukan hanya sekedar terkelolanya arsip di unit kerja secara optimal, efektif dan efisien. Namun juga bagaimana menjadikan arsip sebagai pusat segala informasi untuk menjalani roda organisasi pemerintahan serta berkembangnya ilmu kearsipan dalam dunia pendidikan sehingga dapat dikenal dan dipahami secara luas dan komprehensif.
No comments:
Post a Comment